Resensi Novel
Tito
Perintis Desa Teladan
Judul : Tito Perintis Desa Teladan
Penerbit : Balai pustaka
Pengarang : Drs. Subanjar
Tahun terbit : 1994
Kota penerbit : Jakarta
Sinopsis
Ada seorang anak yang
bernama tito dia sedang duduk-duduk dibawah pohon mangga. Kemudian bajunya dilepas
dan segara mengkipas-kipaskan ke tubuhnya. Ia beristirahat sambil menunggu teman-temannya
yang sedang mengambil air di dasar jurang. Angin yang berhembus pelan dirasa
belum sejuk. Bajunya dikipaskan semakin keras sambil bersandar pada pohon
besar. Pandangannya menatap langit biru. Dan sekali-kali pandangan itu terarah
pada hamparan ladang yang terlihat sangat gersang.
“Uih…
panas banget udara hari ini!” kata tito dalam hati.
Tidak
lama kemudian teman-teman tito datang. Mereka yang bernama Danu, Miun, Gito,
Dono, dan Dargo mereka pun beristirahat di tempat itu. Mereka membawa jeregen-jeregen
yang berisi air ditaruh diatas tanah dan
segera melepas baju. Mereka memang merasa sangat kelelahan dan penat setelah menaiki
jurang yang cukup tinggi. Meskipun mereka merasa lelah, tidak satu pun dari
mereka mengeluh. Bahkan mereka bercengkrama dan bercerita tentang peristiwa
yang baru mereka alami. Keadaan seperti ini telah terjadi kegiatan mereka
setiap hari. Mereka memang membutuhkan air untuk keperluan makan dan minum.
Mereka merasa bertanggung jawab membantu pekerjaan orang tua. Oleh karena itu,
mencar air merupakan kewajiban tampa harus menunggu perintah orang tua.
Ketika
mereka sedang bercengkrama, tiba-tiba Tito memberi kabar kepada teman-temannya
tentang maun.
“Hei…. Kalian tau enggak tentang teman
kita si Maun, besok rencananya dia akan pergi ke Jakarta!” seru Tito
“Dengan siapa dia pergi ke Jakarta?
Sambung Danu
“Dengan pamannya. Kemarin pamannya
datang dan dia akan disekolahkan di sana,” jawab Tito
“Wah… pasti enak kali di Jakarta, disana
dia pasti bisa melihat taman mini Indonesia indah, tugu monas, dan gedung-gedung
yang tinggi,” sela Gito
“Wah kalau saja aku berada di Jakarta
pasti aku akan bersalaman dengan bapak presiden,” ujar Dargo
“Uh… aneh- aneh saja kamu dargo” seru Danu
jengkel
“Apakah kita tidak boleh bersalaman
dengan presiden?”
“Siapa yang mengatakan tidak boleh?”
“Kamu tadi menyebutku aneh-aneh!” kata
Argo agak tegang
“Aku tidak melarangmu! Tetapi, apakah
mungkin anak-anak seperti kita ini bisa bersalaman dengan presiden?”
“Hmm… ya kamu benar sekali?”
“Omong-omong, angan-angan menjadi anak
presiden itu memang terlalu tinggi. Apalagi kita hidup di desa terpencil. Orang
tua kita pun tidak mungkin menjadi presiden. Aku juga tidak berangan-angan
kesana. Aku hanya berangan membangun desa ini dan tetap tinggal disini
selamanya. Aku hanya ingin desa ini subur, indah, bersih, dan dikagumi setiap
orang. Jika desa kita ini makmur, dan subur, pasti banyak orang yang
berdatangan melihat desa kita.” Jawab tito dengan gagah.
“Aku pun begitu,” tambah Danu, “tetapi
bagaimana caranya?”
Tito tiba-tiba terdiam. Kedua alisnya
menyatu. Ia benar-benar berpikir keras. Pandanganya melihat kearah langit biru.
Teman-teman Tito menunggu jawaban dari Tito. Namun, jawaban itu belum
terungkap, sehingga temannya berbicara masalah lain. Sekian lama menunggu
jawaban dari Tito, mereka pun beranjak untuk pulang kerumah mereka
masing-masing sambil memikul jeregen yang berisikan air, hanya Tito yang berada
paling belakang, dia masih berpikir melayang-layang pada angan-angannya yang
sangat mulia. Memang angan itu sudah lama ia pendam di dalam hatinya tetapi
sayang dia tidak bisa melakukannya. Dia hanya bisa membicarakan angannya kepada
pamannya, siapa tau pamanya bisa membantu.
Setelah menyampaikan angan-agannya
kepada pamannya untuk membangun desa, pamannya tersenyum kagum, melihat Tito
yang ingin mewujudkan desa mereka.
“Tito, kenapa kamu tidak berbicara
langsung kepada kepala desa?”
“Saya sangat malu paman!”
“Lho, mengapa harus malu? Bukankah pak
mamat itu gurumu?”
“Benar, tetapi beliau tidak mengajar
saya, beliau hanya mengajar di kelas satu dan dua.”
“Ya itupun sama aja. Semua guru di
sekolahmu berarti gurumu juga, engkau tidak perlu rasa malu. Kalau orang malu
bertanya ia akan tersesat dijalan, bukan begitu Tito?”
“Benar katamu paman” jawab Tito
“Baiklah kalau begitu! Saya akan pulang
dulu ya paman, terima kasih paman”
Sesampai dirumah, Tito masih meragukan
untuk bertanya kepada kepala desa, ia masih canggung untuk bertanya. Keesokan
harinya tidak disadari tiba-tiba yang datang kerumah Tito adalah kepala desa.
Kepala desa bertandang kerumah Tito, ada sesuatu yang harus dibicarakan dengan
ayahnya selain bicara dengan ayah Tito, kepala desa pun ingin berbicara kepada
Tito.
“Kudengar engkau mempunyai sesuatu untuk
dibicarakan denganku, mengapa engkau tidak kerumah?” tanya Pak Mamat kepada
Tito
Tetapi tito terdiam dan agak tersipu
malu
“Pamanmu kemarin lusa berkata padaku,
bahwa engkau akan minta penjelasan tentang pembangunan desa ini, aku senang
dengan kemauanmu itu, sejak kapan engkau punya angan dan keinginan seperti itu
Tito?” tanya Pak Mamat dengan serius
“Sudah lama Pak, angan-angan itu selalu
membuat saya untuk membangun desa ini Pak?”
Pak Mamat pun berpikir sejenak tentang
apa yang diinginkan Tito, tetapi untuk membuat desa meraka menjadi makmur
sangatlah sulit apalagi di desa mereka tidak ada air untuk kebutuhan
sehari-hari, dan mereka harus mencari air di dasar jurang. Tetapi tiba-tiba Pak
Mamat mempunyai ide yang membuat Tito sangat bahagia.
“Tito, tadi pagi saya meneriman surat
edaran taentang lomba pengarang untuk murid sekolah dasar sekabupaten. Judulnya bebas, tetapi harus
berumber pada tema “Menggali Cerita Rakyat Demi Kelestarian Lingkungan Hidup
Dan Mewujudkan Desa Wisata.” Kesempatan ini sebaiknya jagan kau sia-siakan. Dan
mulai sekarang enkau harus bersiap-siap dan mulai mengarang cerita”
“Kapan pelaksanaanya Pak?” tanya Tito
dengan wajah berseri-seri
“Mulailah sekarang, pengiriman naskah
akan di laksanakan tiga minggu yang akan datang, dan nanti akan di nilai lima
karangan siswa terbaik, dan siapa tau bisa membangun desa kita ini Tito?”
“Baiklah Pak, saya akan mengikuti lomba
ini! Dan saya akan berusaha membuat karangan terbaik dan memotivasi desa kita
ini Pak”
1.
Unsur intrinsik
A. Tokoh
1. Tito : Baik dan Peduli
“Aku ingin desa ini subur, indah, bersih dan
dikagumi setiap orang”
2.
Paman Tito : Penyayang
“Keinginanmu sangat baik, To, paman yakin
semua penduduk di desa ini mempunyai .
keinginan seperti itu”
3. Pak Mamat (kepala desa) : Ramah, Baik, dan Peduli
“Aku senang dengan kemauan mu dan keiginanmu
yang ingin membangun desa kita ini”
4. Ayah Tito : Penyayang dan Peduli
“
Biar ayah ceritakan karangan tentang
telaga antrukan sinting kepada mu nak”
5. Gito teman Tito : Baik, Ramah,
dan Peduli
“
kalau aku jadi anak presiden, di desa ini
akan ku bangun sungai yang besar. Jalan-jalan
kuaspal agar orang-orang di desa ini hidup makmur dan menjadi kaya”
B. Latar
1. Tempat
a. Lapangan
“Angin yang berhembus pelan dirasa belum sejuk. Bajunya dikapaskan
semakin keras sambil bersandar pada sebongkah batu besar. Pandagannya menatap
langit biru. Sekali-sekali pandagannya itu terarah pada hamparan ladang yang
terlihat gersang”
b.
Antrukan sinting
“Tito duduk diatas tebing, diamatinya keadaan
di sekelilingnya pandangannya matanya tertuju ke seluruh tebing dan dasar
antrukan”
2. Latar Waktu
a. Sore
“Sekitar pukul empat sore, Tito berangkat ke
rumah pamannya”
b. Malam
“Pada suatu malam ia duduk merenung di ruang tamu”
C. Tema
Seorang anak yang ingin membangun desa yang makmur dan tentram
D. Alur
“Cerita ini menggunakan alur maju”
E. Sudut pandang
Orang ketiga
F. Amanat
Railah impianmu setinggi langit, walaupun itu sangat sulit digapai.
Terus bekerja keras tampa ada kata menyerah.
2.
unsur ekstrinsik
1. Nilai Moral
Seorang anak yang ingin mewujudkan
desanya menjadi desa yang makmur dan tentram, tetapi untuk mewujudkan itu tidak
lah mudah butuh proses dan perjuangan. Jika kita berusaha untuk mewujudkannya
pasti bisa.
2. Nilai Budaya
Legenda
antrukan sinting adalah legenda kepercayaan di desanya Tito. Jika kita
berkunjung ke suatu tempat maka kita harus menjaga sikap dan tingkah laku kita.
3. Nilai Agama
Sebagai
makhuk hidup, kita harus menghormati dan menghargai legenda antrukan sinting
dan jangan sekali-kali kita berbicara sembaragan di tempat itu, jika tidak kita
akan mendapatkan sialan.
Kelebihan
Setelah membaca novel yang berjudul Tito
Perintis Anak Teladan, kita dapat mengambil suatu pelajaran bahwa, menjadi
seorang anak yang mempunyai impian yang cukup tinggi maka kita harus
menggapainya walupun itu sulit dilakukan.
Kekurangan
Ceritanya enak dibaca, tetapi
menggunakan bahasa yang sangat mudah dipahami, yaitu menggunakan bahasa
Indonesia, sehingga orang yang membacanya sangat tertarik untuk membaca.
Kesimpulan
Cerita ini menceritakan seorang anak
yang tinggal didesa yang berkeinginan mewujudkan desanya menjadi lebih baik
lagi, sehingga pengunjung tertarik untuk datang ke desa mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar