Senin, 07 November 2016

resensi novel yang berjudul Tito Perintis Desa Teladan

Resensi Novel
                                                         Tito Perintis Desa Teladan         

Judul                : Tito Perintis Desa Teladan
Penerbit            : Balai pustaka
Pengarang       : Drs. Subanjar
Tahun terbit      : 1994
Kota penerbit  : Jakarta

Sinopsis
Ada seorang anak yang bernama tito dia sedang duduk-duduk dibawah pohon mangga. Kemudian bajunya dilepas dan segara mengkipas-kipaskan ke tubuhnya. Ia beristirahat sambil menunggu teman-temannya yang sedang mengambil air di dasar jurang. Angin yang berhembus pelan dirasa belum sejuk. Bajunya dikipaskan semakin keras sambil bersandar pada pohon besar. Pandangannya menatap langit biru. Dan sekali-kali pandangan itu terarah pada hamparan ladang yang terlihat sangat gersang.
“Uih…  panas banget udara hari ini!” kata tito dalam hati.

            Tidak lama kemudian teman-teman tito datang. Mereka yang bernama Danu, Miun, Gito, Dono, dan Dargo mereka pun beristirahat di tempat itu. Mereka membawa jeregen-jeregen yang  berisi air ditaruh diatas tanah dan segera melepas baju. Mereka memang merasa sangat kelelahan dan penat setelah menaiki jurang yang cukup tinggi. Meskipun mereka merasa lelah, tidak satu pun dari mereka mengeluh. Bahkan mereka bercengkrama dan bercerita tentang peristiwa yang baru mereka alami. Keadaan seperti ini telah terjadi kegiatan mereka setiap hari. Mereka memang membutuhkan air untuk keperluan makan dan minum. Mereka merasa bertanggung jawab membantu pekerjaan orang tua. Oleh karena itu, mencar air merupakan kewajiban tampa harus menunggu perintah orang tua.

            Ketika mereka sedang bercengkrama, tiba-tiba Tito memberi kabar kepada teman-temannya tentang maun.
“Hei…. Kalian tau enggak tentang teman kita si Maun, besok rencananya dia akan pergi ke Jakarta!” seru Tito
“Dengan siapa dia pergi ke Jakarta? Sambung Danu
“Dengan pamannya. Kemarin pamannya datang dan dia akan disekolahkan di sana,” jawab Tito
“Wah… pasti enak kali di Jakarta, disana dia pasti bisa melihat taman mini Indonesia indah, tugu monas, dan gedung-gedung yang tinggi,” sela Gito
“Wah kalau saja aku berada di Jakarta pasti aku akan bersalaman dengan bapak presiden,” ujar Dargo
“Uh… aneh- aneh saja kamu dargo” seru Danu jengkel
“Apakah kita tidak boleh bersalaman dengan presiden?”
“Siapa yang mengatakan tidak boleh?”
“Kamu tadi menyebutku aneh-aneh!” kata Argo agak tegang
“Aku tidak melarangmu! Tetapi, apakah mungkin anak-anak seperti kita ini bisa bersalaman dengan presiden?”
“Hmm… ya kamu benar sekali?”
“Omong-omong, angan-angan menjadi anak presiden itu memang terlalu tinggi. Apalagi kita hidup di desa terpencil. Orang tua kita pun tidak mungkin menjadi presiden. Aku juga tidak berangan-angan kesana. Aku hanya berangan membangun desa ini dan tetap tinggal disini selamanya. Aku hanya ingin desa ini subur, indah, bersih, dan dikagumi setiap orang. Jika desa kita ini makmur, dan subur, pasti banyak orang yang berdatangan melihat desa kita.” Jawab tito dengan gagah.
“Aku pun begitu,” tambah Danu, “tetapi bagaimana caranya?”

Tito tiba-tiba terdiam. Kedua alisnya menyatu. Ia benar-benar berpikir keras. Pandanganya melihat kearah langit biru. Teman-teman Tito menunggu jawaban dari Tito. Namun, jawaban itu belum terungkap, sehingga temannya berbicara masalah lain. Sekian lama menunggu jawaban dari Tito, mereka pun beranjak untuk pulang kerumah mereka masing-masing sambil memikul jeregen yang berisikan air, hanya Tito yang berada paling belakang, dia masih berpikir melayang-layang pada angan-angannya yang sangat mulia. Memang angan itu sudah lama ia pendam di dalam hatinya tetapi sayang dia tidak bisa melakukannya. Dia hanya bisa membicarakan angannya kepada pamannya, siapa tau pamanya bisa membantu.

Setelah menyampaikan angan-agannya kepada pamannya untuk membangun desa, pamannya tersenyum kagum, melihat Tito yang ingin mewujudkan desa mereka.
“Tito, kenapa kamu tidak berbicara langsung kepada kepala desa?”
“Saya sangat malu paman!”
“Lho, mengapa harus malu? Bukankah pak mamat itu gurumu?”
“Benar, tetapi beliau tidak mengajar saya, beliau hanya mengajar di kelas satu dan dua.”
“Ya itupun sama aja. Semua guru di sekolahmu berarti gurumu juga, engkau tidak perlu rasa malu. Kalau orang malu bertanya ia akan tersesat dijalan, bukan begitu Tito?”
“Benar katamu paman” jawab Tito
“Baiklah kalau begitu! Saya akan pulang dulu ya paman, terima kasih paman”

Sesampai dirumah, Tito masih meragukan untuk bertanya kepada kepala desa, ia masih canggung untuk bertanya. Keesokan harinya tidak disadari tiba-tiba yang datang kerumah Tito adalah kepala desa. Kepala desa bertandang kerumah Tito, ada sesuatu yang harus dibicarakan dengan ayahnya selain bicara dengan ayah Tito, kepala desa pun ingin berbicara kepada Tito.
“Kudengar engkau mempunyai sesuatu untuk dibicarakan denganku, mengapa engkau tidak kerumah?” tanya Pak Mamat kepada Tito
Tetapi tito terdiam dan agak tersipu malu
“Pamanmu kemarin lusa berkata padaku, bahwa engkau akan minta penjelasan tentang pembangunan desa ini, aku senang dengan kemauanmu itu, sejak kapan engkau punya angan dan keinginan seperti itu Tito?” tanya Pak Mamat dengan serius
“Sudah lama Pak, angan-angan itu selalu membuat saya untuk membangun desa ini Pak?”
Pak Mamat pun berpikir sejenak tentang apa yang diinginkan Tito, tetapi untuk membuat desa meraka menjadi makmur sangatlah sulit apalagi di desa mereka tidak ada air untuk kebutuhan sehari-hari, dan mereka harus mencari air di dasar jurang. Tetapi tiba-tiba Pak Mamat mempunyai ide yang membuat Tito sangat bahagia.
“Tito, tadi pagi saya meneriman surat edaran taentang lomba pengarang untuk murid sekolah dasar  sekabupaten. Judulnya bebas, tetapi harus berumber pada tema “Menggali Cerita Rakyat Demi Kelestarian Lingkungan Hidup Dan Mewujudkan Desa Wisata.” Kesempatan ini sebaiknya jagan kau sia-siakan. Dan mulai sekarang enkau harus bersiap-siap dan mulai mengarang cerita”
“Kapan pelaksanaanya Pak?” tanya Tito dengan wajah berseri-seri
“Mulailah sekarang, pengiriman naskah akan di laksanakan tiga minggu yang akan datang, dan nanti akan di nilai lima karangan siswa terbaik, dan siapa tau bisa membangun desa kita ini Tito?”
“Baiklah Pak, saya akan mengikuti lomba ini! Dan saya akan berusaha membuat karangan terbaik dan memotivasi desa kita ini Pak”


1. Unsur intrinsik
A. Tokoh
1.      Tito : Baik dan Peduli
Aku ingin desa ini subur, indah, bersih dan dikagumi setiap orang

2. Paman Tito : Penyayang
Keinginanmu sangat baik, To, paman yakin semua penduduk di desa ini mempunyai  . keinginan seperti itu
 
      3. Pak Mamat (kepala desa) : Ramah, Baik, dan Peduli
            “Aku senang dengan kemauan mu dan keiginanmu yang ingin membangun desa kita ini

      4. Ayah Tito : Penyayang dan Peduli
            “ Biar ayah ceritakan karangan tentang telaga antrukan sinting kepada mu nak

      5. Gito teman Tito : Baik, Ramah, dan Peduli
kalau aku jadi anak presiden, di desa ini akan ku bangun sungai yang besar. Jalan-jalan  kuaspal agar orang-orang di desa ini hidup makmur dan menjadi kaya

B. Latar
    1. Tempat
    a. Lapangan
Angin yang berhembus pelan dirasa belum sejuk. Bajunya dikapaskan semakin keras sambil bersandar pada sebongkah batu besar. Pandagannya menatap langit biru. Sekali-sekali pandagannya itu terarah pada hamparan ladang yang terlihat gersang”               
    b. Antrukan sinting
           “Tito duduk diatas tebing, diamatinya keadaan di sekelilingnya pandangannya matanya tertuju ke seluruh tebing dan dasar antrukan
    
    2. Latar Waktu
    a. Sore
            “Sekitar pukul empat sore, Tito berangkat ke rumah pamannya
    b. Malam
            “Pada suatu malam ia  duduk merenung di ruang tamu

C. Tema
     Seorang anak yang ingin membangun desa yang makmur dan tentram

D. Alur
    “Cerita ini menggunakan alur maju

E. Sudut pandang
    Orang ketiga

F. Amanat
    Railah impianmu setinggi langit, walaupun itu sangat sulit digapai. Terus bekerja keras tampa ada kata menyerah.

2. unsur ekstrinsik
    1. Nilai Moral
            Seorang anak yang ingin mewujudkan desanya menjadi desa yang makmur dan tentram, tetapi untuk mewujudkan itu tidak lah mudah butuh proses dan perjuangan. Jika kita berusaha untuk mewujudkannya pasti bisa.

    2. Nilai Budaya
            Legenda antrukan sinting adalah legenda kepercayaan di desanya Tito. Jika kita berkunjung ke suatu tempat maka kita harus menjaga sikap dan tingkah laku kita.

    3. Nilai Agama
            Sebagai makhuk hidup, kita harus menghormati dan menghargai legenda antrukan sinting dan jangan sekali-kali kita berbicara sembaragan di tempat itu, jika tidak kita akan mendapatkan sialan.

Kelebihan
Setelah membaca novel yang berjudul Tito Perintis Anak Teladan, kita dapat mengambil suatu pelajaran bahwa, menjadi seorang anak yang mempunyai impian yang cukup tinggi maka kita harus menggapainya walupun itu sulit dilakukan.

Kekurangan
Ceritanya enak dibaca, tetapi menggunakan bahasa yang sangat mudah dipahami, yaitu menggunakan bahasa Indonesia, sehingga orang yang membacanya sangat tertarik untuk membaca.

Kesimpulan
Cerita ini menceritakan seorang anak yang tinggal didesa yang berkeinginan mewujudkan desanya menjadi lebih baik lagi, sehingga pengunjung tertarik untuk datang ke desa mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar